Jumat, 07 Oktober 2016

MAKALAH FIQIH BAB THAHARAH (SYAFI'I)



kata pengantar

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah, dan Inayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan makalah pendidikan agama islam dengan judul "thaharah" tepat pada waktunya.
Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan dan didukung bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar dalam penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun sangat mengharapkan semoga dari makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya.



Sukabumi,   Oktober 2016

Penyusun


daftar isi


kata pengantar i
daftar isi ii
BAB I PENDAHULUAN.. 1
1.1 Latar Belakang. 1
1.2 Rumusan Masalah. 1
1.3 Tujuan. 1
BAB II PEMBAHASAN.. 2
2.1 Pengertian Thaharah. 2
2.2 Dalil-Dalil Thaharah. 2
2.3 Tujuan thaharah. 2
2.4 Manfaat Thaharah. 3
2.5 Syarat Wajib Thaharah. 3
2.6 Alat Yang Digunakan Untuk Berthaharah. 3
2.7 Klasifikasi air 3
2.7.1 Air suci dan mensucikan (air mutlaq) 3
2.7.2 Air suci dan mensucikan namun makruh (Musyammas) 4
2.7.3 Air Suci Tidak Mensucikan. 5
2.7.4 Air Najis. 6
2.8 Pembagian Thaharah. 7
2.8.1 Wudhu. 7
2.8.2 Tayamum.. 8
2.8.3 Mandi Wajib. 8
2.8.4 Istinja’ 9
2.9 Macam-macam Najis. 9
2.9.1 Najis Mukhaffafah. 9
2.9.2 Najis Mutawassithah. 9
2.9.3 Najis mughallazah. 10
2.10 Jenis-jenis hadats. 10
2.11 Pembatalan. 10
2.11.1 Pembatalan Wudhu. 10




BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka. artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.

1.2 Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian Thaharah ?
2.      Bagaimana bunyi daill-dalil mengenai thaharah?
3.      Tujuan Thaharah
4.      Manfaat Thaharah
5.      Syarat wajib Thaharah
6.      Alat-alat yang digunakan untuk berthaharah
7.      Klafikasi air dan penggunaanya dalam bersuci
8.      Pembagian Thaharah
9.      Macam-macam najis
10.  Jenis-jenis hadats
11.  Pembatalan

1.3 Tujuan

1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih
2.      Menambah wawasan penulis dan pembacanya mengenai thaharah
3.      Untuk memahami cara-cara bersuci yang dikehendaki oleh syari’at islam dan mempraktekkannya dalam menjalani ibadah sehari-hari.   

 










Bab II

pembahasan

2.1 Pengertian Thaharah

Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’ thaharah adalah bersih dari hadas  dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.
Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain Nabi SAW juga bersabda:

قال عليه الصلاة والسلام: مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ أَلطَّهَارَةُ، وَتَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيْرُ، وَتَحْلِيْلُهَا التَّسْلِيْمُ
Artinya: “Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah takbir dan perhiasannya adalah salam.”
Hukum thaharah ialah wajib di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan. Dalam hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw, menganjurkan agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.
Firman Allah Swt :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ (٢٢٢)
Artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai orang-orang yang suci lagi bersih”. (QS Al Baqarh:222)
Selain ayat al qur`an tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda.
النظافة من الايمان (رواه مسلم)
Artinya : “Kebersihan itu adalah sebagian dari iman.”(HR.Muslim)

2.2 Dalil-Dalil Thaharah

Dalil-dalil tentang thaharah, yaitu:
ان الله يحب التوابين ويحب المتطهرين . (البقرة : 122)
Artinya : sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang bersuci. (Al-Baqarah : 122).
عن ابي سعيد الخدرى "الطهور شطْرُ الإيْمَان" (رواه المسلم)
 Artinya: Kebersihan itu sebagian dari iman
عن مُصْعَب بن سَعْدٍ, قال: دخل عبد الله بن عمر على ابن سعوده وهو مريض فقال: الا تدعو الله لي, يا ابن عمر؟ قال: إنّي سمعتُ رسول الله صلى الله عليه وسلّم, يقول: لا تقبل الصلاة بغير طهورٍ, ولا صدقة منْ غلولٍ وكنت على البصرة.
Artinya: dari mus”ab bin sa,id berkata: Abdullah bin umar pernah menjenguk ibnu amir yang sedang sakit. Ibnu amir berkata: “Apakah kamu tidak mau mendo’akan aku, hai ibnu umar?”. Ibnu umar berkata: “saya pernah mendengar Rasulullah SAW. Bersabda: “Shalat yang tanpa bersuci tidak diterima begitu pula sedekah dari hasil korupsi”. Sedang kamu adalah penguasa bashrah”.

2.3 Tujuan thaharah

Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki  fungsi yaitu :
1.    Guna menyucikan diri dari kotoran berupa hadats dan najis.
2.     Sebagai syarat sahnya shalat dan ibadah seorang hamba.
                  Nabi Saw bersabda:
“Allah tidak  menerima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadas, sampai ia wudhu”, karena termasuk yang disukari Allah, bahwasanya Allah SWT memuji orang-orang yang bersuci : firman-Nya, yang  artinya : “sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan dirinya”.(Al-Baqarah:122)

2.4 Manfaat Thaharah

Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan najis ketika hendak melaksanakan suatu ibadah.
1.            terjauh dari penyakit
2.            syetan, jin tidak menyukainya
3.            disukai sesma manusia
4.            dekat dengan allah dan para malaikat
5.            sebagai penghapus dosa

2.5 Syarat Wajib Thaharah

Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-hal yang harus diperhatikan sebagai syarat sah-nya berthaharah sebelum melakukan perintah Allah SWT. Syarat wajib tersebut ialah :
1.      Islam
2.      Berakal
3.      Baligh
4.      Masuk waktu ( Untuk mendirikan solat fardhu ).
5.      Tidak lupa
6.      Tidak dipaksa
7.      Berhenti darah haid dan nifas
8.      Ada air atau debu tanah yang suci.
9.      Berdaya melakukannya mengikut kemampuan.

2.6 Alat Yang Digunakan Untuk Berthaharah

وَسَائلُ الطهَارَةُ ( الأشْياءَ التِى يتطَهر بِهَا ) أَرْبِعِةٌ:
1.      الماءُ
2.      الترَابُ
3.      الدابغ
4.      حجرُ الإسْتِنْجاء
1.      Air
2.      Tanah
3.      Menyamak (yaitu membersihkan kulit binatang dari bulunya, lamad2 nya dan darahnya)
4.      Batu dan Sejenisnya

2.7 Klasifikasi air

2.7.1 Air suci dan mensucikan (air mutlaq)

(المِيَاهُ الَّتِيْ يَجُوْزُ) أَيْ يَصِحُّ (التَّطْهِيْرُ بِهَا سَبْعُ مِيَاهٍ مَاءُ السَّمَاءِ) أي النَّازِلُ مِنْهَا وَهُوَ المَطَرُ (وَمَاءُ البَحْرِ) أيْ المِلْحِ (وَمَاءُ النَّهَرِ) أي الحُلْوِ (وَمَاءُ البِئْرِ وَمَاءُ العَيْنِ وَمَاء الثَّلْجِ وَمَاء البَرَدِ) وَيَجْمَعُ هَذِهِ السَّبْعَةِ قَوْلُكَ: مَا نَزَلَ مِنَ السَّمَاءِ أَوْ نَبَعَ مِنَ الأَرْضِ عَلَى أَيِّ صِفَةٍ كَانَ مِنْ أَصْلِ الخِلْقَةِ
Air-air yang boleh, maksudnya sah digunakan bersuci dengannya ada tujuh macam air.
1.       Air langit maksudnya yang turun dari langit, yaitu hujan,
2.      Air laut maksudnya air asin
3.      Air sungai yaitu air tawar
4.      Air sumur,
5.      Air sumber air,
6.      Air tsalju dan
7.      Air es (dari langit).
Perbedaan antara air tsalji dan air barad adalah tsalji itu turun dari langit dalam kondisi cair lantas membeku di atas bumi karena cuaca yang sangat dingin. Sedangkan barad itu turun dari langit dalam keadaan beku/keras kemudian mencair diatas bumi. Sebagian Ulama’ menyatakan bahwa sebenarnya keduanya turun dari langit dalam keadaan cair saat ditengah-tengah perjalanan ke bumi keduanya mengeras. Yang membedakan keduanya adalah saat berada diatas bumi, tsalji tetap dalam kondisi beku sedangkan barad mencair. Keduanya dibedakan dari air hujan yang sebenarnya sama-sama turun dari langit karena memandang sisi bekunya. Kondisi beku dan keras inilah yang membedakan keduanya dari air hujan. Lihat Al-Baijuri, Al-Haramain, Juz 1 hal. 27.
 (ثُمَّ المِيَاهُ) تَنْقَسِمُ (عَلَى أَرْبَعَةِ أَقْسَامٍ) أَحَدُهَا (طَاهِرٌ) فِيْ نَفْسِهِ (مُطَهِّرٌ) لِغَيْرِهِ (غَيْرُ مَكْرُوْهٍ اسْتِعْمَالُهُ. وَهُوَ المَاءُ المُطْلَقُ) عَنْ قَيِّدٍ لَازِمٍ فَلَا يَضُرُّ القَيِّدُ المُنْفَكُّ كَمَاءِ البِئْرِ فِي كَوْنِهِ مُطْلَقاً
Selanjutnya, air terbagi atas 4 macam.
Yang pertama: Air yang suci dzatnya menyucikan terhadap selainnya dan tidak makruh digunakan. Yaitu Air yang terbebas dari identitas yang mengikat. Maka keberadaan identitas yang tidak mengikat itu tidak membahayakan terhadap kemutlakan air.

2.7.2 Air suci dan mensucikan namun makruh (Musyammas)

(وَ) الثَّانِي (طَاهِرٌ مُطَهِّرٌ مَكْرُوْهٌ اسْتِعْمَالُهُ) فِي البَدَنِ لَا فِي الثَّوْبِ (وَهُوَ المَاءُ المُشَمَّسُ) أي المُسَخَّنُ بِتَأْثِيْرِ الشَّمْسِ فِيْهِ. وَإِنَّمَا يُكْرَهُ شَرْعاً بِقَطْرٍ حَارٍ فِي إِنَاءٍ مُنْطَبَعٍ  إِلَّا إِنَاءَ النَّقْدَيْنِ لِصَفَاءِ جَوْهَرِهِمَا. وَإِذَا بَرَدَ زَالَتْ الكَرَاهَةُ. وَاخْتَارَ النَّوَوِيُّ عَدَمَ الْكَرَاهَةِ مُطْلَقاً. وَيُكْرَهُ أَيْضاً شَدِيْدُ السُّخُوْنَةِ وَالبُرُوْدَةِ
Dan yang kedua adalah air suci menyucikan namun makruh  digunakan pada tubuh, tidak makruh pada pakaian, yaitu air Musyammas. Ialah air yang dipanaskan dengan mengandalkan pengaruh sengatan matahari padanya. Air tersebut secara  syara’ dimakruhkan penggunaanya hanya di daerah yang bercuaca panas dan air berada di wadah yang terbuat dari logam selain wadah dari dua logam mulia /emas dan perak,  sebab kejernihan elemen keduanya. Jika air tersebut telah dingin maka hilanglah hukum makruh menggunakannya. Tetapi imam An-Nawawi memilih pendapat yang menyatakan tidak makruh secara mutlak. Selain makuh menggunakan air musyammas dimakruhkan juga menggunakan air yang sangat panas dan sangat dingin.
Penggunaan air musyammas sebagai media bersuci ini makruh jika masih ada wadah yang lain. Jika tidak ada wadah lain maka hukumnya tidak makruh. Bahkan bisa menjadi wajib saat waktu sholat hamper habis dan tidak menemukan yang lain. Al-Baijuri, Darul Kutub Al-Ilmiyah, hal. 29
Syarat dimakruhkannya air musyammas sebagai berikut:
1.      Berada di daerah bercuaca panas seperti Mekah dsb. Sehingga tidak makruh jika digunakan dalam daerah yang bercuaca sedang seperti negara Mesir atau daerah Jawa dan daerah dingin seperti Syiria dsb.
2.      Sengatan matahari merubah kondisi air sekira pada air muncul zat yang berasal dari karat logam.
3.      Air berada pada wadah yang terbuat dari logam selain emas perak. Seperti wadah yang terbuat dari logam besi, tembaga dsb.
4.      Digunakan saat suhu air sedang panas.
5.      Digunakan pada kulit badan. Meskipun pada badan orang yang terkena penyakit kusta, orang mati dan hewan.
6.      Dipanaskan saat cuaca panas.
7.      Masih ada air selain musyammas yang dapat dipergunakan.
8.      Waktu sholat masih longgar sehingga masih ada waktu untuk mencari air yang lain.
9.      Tidak mendapat bahaya secara nyata atau dalam dugaan kuatnya. Jika meyakini atau menduga akan muncul bahaya maka haram hukumnya.
Bila tidak memenuhi sembilan syarat ini maka hukum menggunakannya tidak lagi makruh. Nihayat az-Zain, Darul Kutub Al-Ilmiyah, hal. 17
Tidak makruhnya menggunakan air musyammas dalam bejana yang terbuat dari logam mulia (emas dan perak) bukan berarti boleh menggunakan bejana tersebut. Sebab penggunaan bejana itu hukumnya haram dari sisi menggunakan emas perak. Sedangkanm tidak makruhnya menggunakan air musyammas dalam bejana tersebut karena memandang sisi tidak membahayakannya menggunakan air mesyammas tersebut. Sehingga hukum menggunakan air musyammas dalam bejana itu hukumnya tidak makruh (halal) dipandang dari sisi menggunakan air musyammas yang tidak berbahaya dan haram dari sisi menggunakan emas dan perak. Lihat Al-Baijuri, Darul Kutub Al-Ilmiyah, hal. 29-30

2.7.3 Air Suci Tidak Mensucikan

(وَ) القِسْمُ الثَّالِثُ (طَاهِرٌ) فِي نَفْسِهِ (غَيْرُ مُطَهِّرٍ) لِغَيْرِهِ (وَهُوَ المَاءُ المُسْتَعْمَلُ) فِي رَفْعِ حَدَثٍ أَوْ إِزَالَة نَجْسٍ إِنْ لَمْ يَتَغَيَّرْ وَلَمْ يَزِدْ وَزْنُهُ بَعْدَ انْفِصَالِهِ عَمَّا كَانَ بَعْدَ اعْتِبَارِ مَا يَتَشَرَّبُهُ المَغْسُوْلُ مِنَ المَاءِ.

2.7.3.1 Air Musta’mal

Air suci dalam dzatnya tidak menyucikan terhadap selainnya. Ialah air musta’mal / yang telah digunakan untuk menghilangkan hadats atau najis. (Dihukumi musta’mal dengan syarat)  air tidak berubah dan setelah terpisah (dari benda yang dibasuh) volume air tidak bertambah dari semula dengan mengira-ngirakan bagian air yang terserap oleh benda yang dibasuh.

2.7.3.2 Air Mutagoyir

(وَالمُتَغَيِّرُ) أَيْ وَمِنْ هَذَا القِسْمِ المَاءُ المُتَغَيِّرُ أَحَدُ أَوْصَافِهِ (بِمَا) أَيْ بِشَيْءٍ (خَالَطَهُ مِنَ الطَّاهِرَاتِ) تَغَيُّراً يَمْنَعُ إِطْلَاقَ اسْمِ المَاءِ عَلَيْهِ. فَإِنَّهُ طَاهِرٌ غَيْرُ طَهُوْرٍ حِسِّيًّا كَانَ التَّغَيُّرُ أَوْ تَقْدِيْرِيًّا. كَأَنْ اخْتَلَطَ بِالمَاءِ مَا يُوَافِقُهُ فِي صِفَاتِهِ كَمَاءِ الوَرْدِ المُنْقَطِعِ الرَّائِحَةِ  وَالمَاءِ المُسْتَعْمَلِ
Air yang berubah. Maksudnya yang termasuk dalam bagian ketiga ini adalah air yang berubah salah satu sifat-sifatnya disebabkan oleh sesuatu; yaitu salah satu dari benda-benda suci yang bercampur dengan air, dengan taraf perubahan yang dapat menghalangi sebutan nama air (mutlaq) padanya. Maka air yang seperti ini hukumnya adalah suci dalam dirinya namun tidak menyucikan. Baik perubahan itu nampak oleh panca indra atau hanya dalam perkiraan, seperti ketika air tercampur oleh benda yang sesuai (dengan air) dalam sifat-sifatnya, misal air bunga mawar yang telah hilang baunya (dicampur dengan air mutlak) dan seperti air musta’mal (dicampur dengan air mutlak).
Contoh air ditambahkan pemanis maka tidak disebut lagi sebagai air tetapi dinamakan minuman, air ditambahkan sayuran dan penyedap maka air tersebut tidak lagi dinamakan air tetapi dinamakan kuah dsb.
Air yang telah berubah salah satu sifatnya yaitu; rasa, warna, dan bau. Air ini disebut dengan air Mutaghyyir. Berdasarkan sebabnya, air muthaghayyir dibagi menjadi tiga macam, yaitu;
1.      Mutaghayyir bi al-mukhalith. Yaitu air yang berubah sifat-sifatnya sebab bercampur dengan benda suci lainnya hingga mempengaruhi terhadap nama dan statusnya, semisal air kopi, teh, sirup, susu, dll.
2.      Mutaghayyir bi al-mujawir. Yaitu, air yang berubah sifat-sifatnya sebab terpengaruh benda lain yang ada disekitarnya. Contohnya adalah air yang berdekatan dengan bunga mawar sehingga tercium aroma mawar pada air tersebut.
3.      Mutaghayyir bi ath-thuli al-muktsi. Yaitu air yang berubah sifat-sifatnya sebab terlalu lama diam. Seperti air kolam yang tidak pernah digunakan oleh seseorang sehingga berubah sifatnya.
Di antara ketiga jenis air muthaghayyir tersebut hanya dua yang bisa digunakan untuk bersuci yaitu air mutaghayyir bi al-mujawir dan mutaghayyir bi ath-thuli al-muktsi. Dan yang tidak bisa digunakan untuk bersuci adalah air mutaghayyir bi al-mukhalith.

2.7.4 Air Najis

(و) القِسْمُ الرَّابِعُ (مَاءُ نَجْسٍ) أي مُتَنَجِّسٌ وَهُوَ قِسْمَانِ أَحَدُهُمَا قَلِيْلٌ (وَهُوَ الَّذِيْ حَلَّتْ فِيْهِ نَجَاسَةٌ) تَغَيَّرَ أَمْ لَا (وَهُوَ) أَيْ وَالحَالُ أَنَّهُ مَاءٌ (دُوْنَ القُلَّتَيْنِ)
Dan bagian yang keempat adalah air najis, maksudnya mutanajis. Air ini ada dua bagian:
Yang pertama adalah yang volumenya sedikit; yaitu air yang didalamnya terdapat najis baik air mengalami perubahan atau tidak dan air tersebut; maksudnya kondisi air tersebut adalah air yang kurang dari dua qullah.
وَيُسْتَثْنَى مِنْ هَذَا القِسْمُ المَيْتَةُ الَّتِيْ لَا دَمَ لَهَا سَائِلٌ عِنْدَ قَتْلِهَا أَوْ شَقِّ عُضْوٍ مِنْهَا كَالذُّبَابِ إِنْ لَمْ تُطْرَحْ فِيْهِ وَلَمْ تُغَيِّرْهُ. وَكَذَا النَّجَاسَةُ الَّتِيْ لَا يُدْرِكُهَا الطَّرْفُ. فَكُلٌّ مِنْهُمَا لَا يُنْجِسُ المَائِعَ وَيُسْتَثْنَى أَيْضاً صُوَرٌ مَذْكُوْرَةٌ فِي المَبْسُوْطَاتِ.
Dari bagian ini dikecualikan (air  kemasukan) bangkai binatang yang tidak memiliki darah yang dapat mengalir saat dibunuh atau dirobek bagian tubuhnya - seperti lalat- jika (masuknya bangkai tersebut ke dalam air itu ) tidak (ada kesengajaan) memasukkannya. Begitu juga najis yang tidak terlihat oleh mata. Maka kedua najis tersebut tidak menajiskan benda cair. Juga dikecualikan beberapa kasus yang disebutkan dalam kitab-kitab besar.
وَأَشَارَ لِلْقِسْمِ الثَّانِي مِنَ القِسْمِ الرَّابِعِ بِقَوْلِهِ (أَوْ كَانَ) كَثِيْراً (قُلَّتَيْنِ) فَأَكْثَرَ (فَتَغَيَّرَ) يَسِيْراً أَوْ كَثِيْراً. (وَالْقُلَّتَانِ خَمْسُمِائَةِ رِطْلٍ بَغْدَادِيٍّ تَقْرِيْباً فِي الأَصَحِّ) فِيْهِمَا وَالرِّطْلُ البَغْدَادِيُّ عِنْدَ النَّوَوِيِّ مِائْةٌ وَثَمَانِيَةٌ وَعِشْرُوْنَ دِرْهَماً وَأَرْبَعَةُ أَسْبَاعِ دِرْهَمٍ.
Mushannif memberikan isyarat pada macam yang kedua dari bagian keempat ini dengan ungkapannya “Atau airnya banyak, berupa dua qullah” atau lebih “kemudian terjadi perubahan” baik perubahan yang sedikit atau banyak.
Dua qullah adalah takaran 500 Rithl Baghdad dengan mengira-ngirakannya menurut pendapat Ashah (pendapat yang lebih shohih/benar dibanding pendapat yang lain) dalam dua kriteria tersebut; (yakni takaran 500 rithl dan dengan mengira-ngirakannya). Rithl Baghdad menurut An-Nawawy adalah 128 4/7 dirham.
Ukuran air dua qullah menurut
1.      Imam Nawawi = 174,580 lt / kubus berukuran kurang lebih 55,9 cm.
2.      Imam Rofi’i = 176,245 lt / kubus berukuran jurang lebih 56,1 cm.
3.      Ulama’ Iraq = 255,325 lt / kubus berukuran kurang lebih 63,4 cm.
4.      Mayoritas Ulama = 216,000 lt / kubus berukuran kurang lebih 60 cm.

2.8 Pembagian Thaharah

Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah lahir adalah taharah/suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air mutlak (suci menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun. Taharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat, seperti dengki, iri, penipu, sombong, ujub, dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk yaitu : wudhu, tayamum, mandi wajib dan istinja’.

2.8.1 Wudhu

Wudu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara’ berarti membasuh anggota badan tertentu dengan air suci yang menyucikan (air mutlak) dengan tujuan menghilangkan hadas kecil sesuai syarat dan rukunnya. Firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 6.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan solat, maka basuhlah mukamu, kedua tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan basuhlah kakimu sampai mata kaki.”(QS Al maidah :6)

2.8.1.1 Syarat Wudhu

Wudu seseorang dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut.
1.      Beragama Islam.
2.      Sudah mumayiz.
3.      Tidak berhadas besar.
4.      Memakai air suci lagi mensucikan.
5.      Tidak ada sesuatu yang menghalangi sampainya air ke anggota wudu, seperti cat, getah dsb.

2.8.1.2 Rukun Wudu:

Hal-hal yang wajib dikerjakan dalam wudu adalah sebagai berikut.
1.      Niat berwudu di dalam hati bersamaan ketika membasuh muka.
2.      Membasuh seluruh muka
3.      Membasuh kedua tangan sampai siku
4.      Mengusap atau menyapu sebagian kepala.
5.      Membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan
6.      Tertib (berurutan dari pertama sampai terakhir

 

2.8.1.3 Hal yang membatalkan wudu:

Wudu seseorang dikatakan batal apabila yang bersangkutan telah melakukan hal-hal seperti berikut.
1.      Keluar sesuatu dari kubul (kemaluan tempat keluarnya air seni) atau dubur (anus), baik berupa angin maupun cairan keculai mani.
2.      Tidur pada selain tingkah yang lubang pantatnya menempel ke lantai
3.      Bersentuhaan kulit laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim.
4.      Menyentuh kubul atau dubur dengan tapak tangan telapak tangan.
5.      Hilang akal

2.8.2 Tayamum

Tayamum secara bahasa adalah berwudu dengan debu (pasir, tanah) yang suci karena tidak ada air atau adanya halangan memakai air. Tayamum menurut istilah adalah menyapukan tanah atau debu yang suci ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan memenuhi syarat da rukunnya sebagai pengganti dari wudu atau mandi wajib karena tidak adanya air atau dilarang menggunakan air disebabkan sakit.

2.8.2.1 Syarat Tayamum:

Syarat tayamum adalah sebagai berikut :
1.      Ada sebab yang membolehkan mengganti wudu atau mandi wajib dengan tayamum.
2.      Sudah masuk waktu salat
3.      Sudah berusaha mencari air tetapi tidak menemukan
4.      Menghilangkan najis yang melekat di tubuh
5.      Menggunakan tanah atau debu yang suci.

2.8.2.2 Rukun Tayamum:

1.      Niat
2.      Mengusap debu ke muka
3.      Mengusap debu ke dua tangan sampai siku
4.      Tertib

2.8.2.3 Hal yang membatalkan Tayamum:

Tayamum seseorang menjadi batal karena sebab berikut :
1.      Semua yang membatalkan wudhu, membatalkan tayamum
2.      Ditemukannya air sedangkan waktu shalat masih ada
3.      Hilangnya penghalang untuk mendapatkan air

2.8.3 Mandi Wajib

Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi wajib adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki dengan disertai niat mandi wajib di dalam hati.
Firman Allah Swt :
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا (٦)  (QS Al Maidah)

Adapun lafal niatnya adalah sebagai berikut :
نويت غسل الجنابة لرفع الحدث الكبر فرضا لله تعا لى
Artinya : “Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadast besar karena

2.8.3.1 Rukun mandi wajib:

Ada beberapa hal yang menjadi rukun dalam melaksanakan mandi wajib, diantaranya sebagai berikut :
1.      Niat mandi wajib
2.      Menyiramkan air keseluruh tubuh dengan merata.
3.      Membersihkan kotoran yang melekat atau mengganggu sampainya air ke badan.

2.8.3.2 Beberapa Penyebab Diwajibkan Mandi Wajib

Berikut ini adalah hal-hal yang menjadi penyebab diwajibkannya mandi wajib:
1.      Keluarnya air mani (sperma).
2.      Selesainya haid bagi perempuan.
3.      Selesai melahirkan.
4.      Selesai nifas, yakni darah yang keluar sesudah melahirkan.
5.      Meninggalnya seseorang (jenazah).

2.8.4 Istinja’

Pengertian  istinja’ Menurut bahasa, istinja’ berarti terlepas atau bebas. Sedangkan menurut istilah, ialah membersihkan kedua pintu alat kelamin manusia yaitu dubur dan qubul(anus dan penis) dari kotoran dan cairan (selain mani) yang keluar dari keduanya. Istinja’ hukumnya wajib.

2.8.4.1 Alat-alat yang digunakan untuk Istinja’:

1.      Air
2.      Batu (jika tidak ada air)
3.      Kertas atau tissue (jika tidak ada air)
4.      Daun-daunan yang tidak biasa dimakan (jika tidak ada air)

2.8.4.2 Tata cara Istinja’:

1.      Membasuh tempat keluarnya najis dengan air hingga bersih
2.      Sekurang-kurangnya dengan 3 buah batu atau 3 sisi sebuah batu. Jika tidak ada batu dapat digunakan benda-benda lain asal keset atau keras.

 2.9 Macam-macam Najis

Najis dibagi menjadi 3 bagian:

2.9.1 Najis Mukhaffafah

Yaitu najis ringan, ialah air kencing bayi laki-laki yang belum berumur 2 tahun dan belum pernah makan sesuatu kecuali ASI.
Cara mensucikannya, cukup dengan memercikkan air ke bagian yang terkena najis sampai bersih.

2.9.2 Najis Mutawassithah

Yaitu najis sedang, ialah najis yang keluar dari kubul dan dubur manusia dan binatang, kecuali air mani.
Najis ini dibagi menjadi dua:
a.       Najis ‘ainiyah, ialah najis yang berwujud atau tampak.
b.      Najis hukmiyah, ialah najis yang tidak tampak seperti bekas kencing atau arak yang sudah kering dan sebagainya.
Cara mensucikannya, dibilas dengan air sehingga hilang semua sifatnya (bau, warna, rasa dan rupanya)

2.9.3 Najis mughallazah

Yaitu najis berat, ialah najis anjing dan babi.
Cara mensucikannya, lebih dulu dihilangkan wujud benda najis itu, kemudian dicuci dengan air bersih 7 kali dan salah satunya dicampur dengan debu.

2.10 Jenis-jenis hadats

Hadats menurut makna bahasa “peristiwa”. Sedangkan menurut syara’ adalah perkara yang dianggap mempengaruhi anggora-anggota tubuh sehingga menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah karenanya, karena tidak ada sesuatu yang meringankan. Hadas dibagi menjadi dua :
a.       Hadas kecil, adalah perkara-perkara yang menjadikan sholat dan semisalnya tidak sah. Hadas kecil ini hilang dengan cara berwudlu.
b.      Hadas besar, adalah perkara yang menjadikan sholat dan pekerjaan-pekerjaan lain yang sehukum dengannya tidak sah. Hadas besar ini bisa hilang dengan cara mandi besar.

2.11 Pembatalan

2.11.1 Pembatalan Wudhu

Adapun yang membatalkan wudhu menurut imam Syafi’i ada 5:

1.      Sesuatu yang keluar dari 2 lubang (Kubul dan Dubur) baik yang biasa atau yang langka (contoh: darah, kerikil, bilatung, cacing) kecuali air mani.

2.      Tidur pada selain tingkah yang lubang pantatnya nempel ke lantai

Alasannya tidur membatalkan wudhu ada 2: Menghilangkan akal dan ada hadits Rasulullah yang berbunyi: “Dua mata itu menjadi talinya dubur”. Dalam artian kalau dua matanya tidur, maka duburnya akan terbuka.

3.      Hilangnya akal

Baik disebabkan minuman keras atau disebabkan sakit seperti: Gila, Ayan, Sihir, Kesurupan, Memakan obat yang dapat menghilangkan akal

4.      Memegang Laki – laki kepada perempuan bukan muhrim

Muhrim ada 3:
·         Muhrim karena pertalian darah
·         Muhrim karena ada akad pernikahan seperti: Nenek, nenek mertua, bapak mertua.
·         Muhrim karena saudara sesusu
Bukan Muhrim yang batal wudhu disebabkan bertemu kulit apabila sudah sampai kepada umurnya
Menurut syekh nawawi batasan usia termasuk bagi perempuan kira-kira umur  9 tahun bagi laki-laki kira-kira umur 15tahun

5.      Memegang kemaluan manusia dengan telapak tangan

Baik kemaluan dirinya ataupun orang lain, perempuan/laki - laki, anak kecil  atau dewasa, mati atau hidup atau memegang dubur manusia sama juga, ini menurut Qaul Jadid Imam Syafi’i.
Adapun menurut Qaul Qodim memegang dubur manusia itu tidak membatalkan.
Adapun telapak tangan yang dipakai memegang itu batasannya apabila 2 telapak tangan disatukan maka setiap telapak tangan yang tertutup itu yang bisa membatalkan.